Meniti Jejak Pendidikan: Menyelami Alur Merdeka PPG Prajabatan dalam Topik 2 PSDPI

"Di jalan panjang menuju cahaya ilmu, tak semua langkah melaju dengan mudah. Ada yang berlari di terang, ada yang tertatih di bayang. Namun, setiap pijakan adalah ikhtiar, setiap usaha adalah nyala."

Saya, Ni Luh Putu Divya Jyoti Mahardika, mahasiswa PPG Prajabatan, menapaki perjalanan ini dengan tekad. Bukan sekadar memahami, tetapi merajut aksi nyata. Sebagai calon guru profesional, saya ingin menjadi bagian dari cahaya itu agar setiap anak, tanpa terkecuali, dapat melangkah dalam terang yang sama

1. Mulai Dari Diri: Merenungi Titik Awal
Sebelum memulai perjalanan ini, saya merenungi bagaimana faktor sosial budaya dan ekonomi politik memengaruhi pendidikan seseorang. Saya melihat bagaimana latar belakang ekonomi sering kali menjadi penentu kualitas pendidikan yang diperoleh. Sebelum pembelajaran ini, saya berpikir bahwa motivasi belajar hanya dipengaruhi oleh kemauan individu. Namun, seiring proses ini, saya mulai memahami bahwa lingkungan, fasilitas, dan akses pendidikan juga memiliki peran yang sangat besar.

2. Eksplorasi Konsep: Memahami Dinamika Sosial Ekonomi dalam Pendidikan
Tahap eksplorasi konsep membawa saya pada pemahaman yang lebih dalam mengenai Socio-Economic Status (SES) dan bagaimana faktor ini memengaruhi akses serta kualitas pendidikan. Saya belajar bahwa siswa dari keluarga dengan SES rendah cenderung mengalami keterbatasan dalam sumber belajar, dukungan orang tua, dan motivasi. Dari sini, saya semakin menyadari pentingnya peran guru dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif, yang mampu mengakomodasi kebutuhan semua siswa tanpa terkecuali.

3. Ruang Kolaborasi: Belajar dari Perspektif Beragam
Melalui tahap ini, saya bersama rekan-rekan diajak untuk menganalisis dua video dan satu artikel yang menggambarkan ketimpangan sosial dalam pendidikan. Salah satu kisah yang sangat menyentuh adalah tentang Dewi dan Putri, dua anak dengan latar belakang ekonomi yang sangat berbeda. Saya melihat bahwa kemiskinan bukan hanya berdampak pada pendidikan seseorang, tetapi juga berlanjut lintas generasi. Diskusi dengan rekan-rekan semakin memperluas perspektif saya bahwa ketimpangan ini bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga memerlukan intervensi sistemik agar akses pendidikan menjadi lebih merata.

4. Demonstrasi Kontekstual: Berbagi Pemahaman dan Empati
Tahap ini menjadi ajang refleksi mendalam. Melalui presentasi hasil analisis, saya dapat menyampaikan pandangan serta pengalaman saya dalam memahami isu ini. Berbagi dengan rekan-rekan menguatkan kesadaran bahwa menjadi guru bukan hanya soal menyampaikan materi, tetapi juga tentang memahami kondisi peserta didik dan menciptakan strategi yang tepat agar mereka dapat belajar dengan optimal. Saya semakin terinspirasi untuk menjadi guru yang tidak hanya mengajar, tetapi juga menjadi agen perubahan bagi peserta didik saya di masa depan.

5. Elaborasi Pemahaman: Menyelami Makna Kesenjangan dalam Pendidikan
Pada tahap ini, saya semakin memahami bahwa pendidikan tidak berdiri sendiri. Terdapat tantangan nyata yang harus dihadapi oleh siswa dengan SES rendah, seperti:
  • Keterbatasan akses sumber belajar → solusi: menggunakan sumber belajar sederhana, optimalisasi perpustakaan, pembelajaran berbasis proyek.
  • Kurangnya dukungan orang tua → solusi: membangun komunikasi efektif, melibatkan orang tua dalam kegiatan sekolah.
  • Rendahnya motivasi dan kepercayaan diri → solusi: menciptakan lingkungan belajar yang positif, memberikan penguatan positif.
  • Diskriminasi dan stigma sosial → solusi: menanamkan nilai toleransi, membentuk kelompok belajar heterogen.
  • Kendala kehadiran di sekolah → solusi: menyediakan bimbingan tambahan, menerapkan pembelajaran fleksibel.
Saya pun menyadari bahwa pemahaman saya tentang topik ini berkembang pesat dibandingkan awal pembelajaran. Jika sebelumnya saya hanya melihat pendidikan dari perspektif individu, kini saya memandangnya sebagai ekosistem yang kompleks dan saling memengaruhi.

6. Koneksi Antar Materi: Merajut Benang Merah Pemahaman


Pada tahap ini, saya menghubungkan konsep yang telah dipelajari dengan materi sebelumnya dan yang akan datang. Saya melihat bagaimana faktor sosial ekonomi berkaitan dengan pembelajaran berdiferensiasi dan strategi inklusif. Saya juga mengaitkannya dengan berbagai teori pendidikan yang mendukung inklusivitas dalam pembelajaran. Memahami keterkaitan ini membuat saya semakin yakin bahwa pendekatan holistik sangat penting dalam dunia pendidikan.

7. Aksi Nyata: Menjadi Guru yang Berempati dan Inklusif
Sebagai bentuk aksi nyata dari pembelajaran ini, saya membuat blog ini sebagai wadah refleksi dan berbagi pemahaman. Saya ingin memastikan bahwa sebagai calon guru, saya tidak hanya memahami teori tetapi juga mampu menerapkannya dalam praktik nyata.
Dalam skala 1-10, saya menilai kesiapan saya saat ini berada di angka 7. Saya merasa telah memiliki pemahaman yang cukup baik, tetapi masih perlu meningkatkan keterampilan dalam menciptakan strategi pembelajaran yang lebih inklusif dan adaptif. Oleh karena itu, saya akan terus belajar, mengembangkan strategi pengajaran, serta memperdalam pemahaman tentang kebijakan pendidikan yang mendukung kesetaraan akses bagi semua peserta didik.

Penutup: Cahaya Kecil yang Menerangi Masa Depan
Perjalanan dalam Alur Merdeka ini mengajarkan saya bahwa menjadi guru adalah tugas yang penuh tantangan sekaligus kehormatan. Pendidikan adalah jembatan bagi masa depan yang lebih baik, dan sebagai calon guru, saya ingin menjadi bagian dari perubahan tersebut. Saya percaya bahwa setiap anak, tanpa memandang latar belakang sosial ekonominya, berhak mendapatkan pendidikan berkualitas yang membawanya menuju kehidupan yang lebih baik.
Saya akan terus melangkah, belajar, dan bertumbuh agar suatu hari nanti, saya dapat menjadi cahaya kecil yang menerangi jalan bagi mereka yang membutuhkan. Karena pada akhirnya, pendidikan bukan hanya soal mengajar, tetapi juga tentang memberi harapan dan membuka peluang.
💗Mari bersama menjadi guru yang membawa perubahan!💗

Comments